Usut Tuntas Kasus Penembakan Aparat Militer Terhadap Perempuan Korban Tambang di Mandailing Natal

Wednesday, 01 June 2011 15:49

Jakarta, 1 Juni 2011

Bertepatan dengan Hari Anti-Tambang (HATAM) tanggal 29 Mei 2011, sekitar 500-an warga Huta Godang Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) melakukan aksi demonstrasi ke lokasi barak tambang PT Sorik Mas Mining (SMM). Akan tetapi sangat disayangkan aksi demonstrasi tersebut akhirnya memakan korban.

Sekitar 30-an personil Brimob bersenjata serta lima personil kepolisian yang melakukan pengamanan terhadap aksi tersebut, mengeluarkan tembakan ke arah warga. Seorang perempuan, bernama Solatpiah (17 tahun) , warga Huta Godang Kecamatan Siabu, terkena tembakan di ketiak kirinya dan kini menjalani perawatan serius di RSUM Mandailing Natal.

“Kasus penembakan warga tersebut bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia, bahkan sebelum Solatpiah, juga pernah terjadi penembakan terhadap warga di Kepulauan Riau yang mengakibatkan seorang perempuan petani, bernama Yusniar (45 tahun), tewas pada Juni 2010, karena mempertahankan tanahnya dalam konflik melawan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Belum lagi di tahun-tahun sebelumnya”. Ungkap Risma Umar – Ketua Badan Eksekutif Nasional- Solidaritas Perempuan. “Dari kasus-kasus tersebut, jelas terlihat bahwa aparat militer dan kepolisian lebih memilih berpihak pada kepentingan perusahaan, tidak berpihak pada kepentingan dan perlindungan rakyat, khususnya perempuan yang mempertahankan tanah sebagai sumber kehidupannya”, lanjutnya.

Pemerintah sudah seharusnya bertindak tegas terhadap aparat militer yang melakukan penembakan terhadap warga. Selama ini, beberapa kasus penembakan warga tersebut tidak pernah terselesaikan hingga tuntas oleh negara. Padahal dari kasus yang terjadi, jelas terlihat bahwa negara telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan, mulai intimidasi hingga penembakan yang menghilangkan nyawa seseorang.

“Solidaritas Perempuan (SP) mengecam penembakan yang dilakukan aparat militer yang mengakibatkan seorang perempuan tertembak dan saat ini dalam keadaan kritis. Solidaritas Perempuan kembali menegaskan kepada Negara untuk bertindak tegas dan menyelesaikan kasus penembakan terhadap seorang perempuan ini hingga tuntas, dan negara harus menghentikan pendekatan-pendekatan kekerasan yang selama ini telah memakan banyak korban” tegas Risma.

Kasus-kasus yang telah ada selama ini, telah membuktikan bahwa kehadiran perusahaan pertambangan telah menimbulkan permasalahan, mulai dari konflik lahan, hilang mata pencaharian, gangguan kesehatan, hingga pada kekerasan perempuan baik fisik maupun psikis. “Tidak ada keuntungan yang didapat perempuan dari pertambangan. Pertambangan malah kemudian semakin menjauhkan perempuan dari sumber-sumber penghidupannya, memiskinkan dan menindas perempuan, mengkriminalisasi perempuan bahkan tak jarang perempuan menjadi korban kekerasan yang berlapis”, ungkap Risma lebih lanjut.

Contact Person :

Wardarina – Koordinator Program Solidaritas Perempuan
(Hp : 0859 2077 6141, email : wardarina@solidaritasperempuan.org )

Puspa Dewy – Divisi Perempuan dan Konflik Sumberdaya Alam.
(Hp : 0821 2539 9661, email : pdewy@solidaritasperempuan.org )

Translate »